Jumat, 07 Desember 2012

Etika Berinternet

Dari banyaknya kejahatan di dunia maya maka kita dapat menetukan langkah-langkah dalam melakukan internet yang sehat. Langkah-langkah itu antara lain

aka kita dapat menentukan langkah-langkah dalam melakukan internet yang sehat. Langkah - langkah itu antara lain :
1. Sebelum memulai untuk bersurfing di internet (di rumah atau di warnet atau di kantor), ingatlah apa-apa yang hendak dikerjakan di internet. Tentukan berapa jam anda ingin main, dan situs mana yang harus anda buka. Ingat, internet itu adalah candu bagaikan rokok. anda akan terbengong-bengong di depan layar PC karena anda menyukai keindahan internet.
2. Jangan pernah membuka situs-situs yang aneh-aneh. Selain baik utk kesehatan fisik, mental,rohani juga tidak membahayakan komputer anda (jika main di rumah), karena biasanya situs yang aneh-aneh mengandung banyak virus berbahaya.
3. Usahakan menginstall software yang mampu memfilter situs-situs aneh (direkomendasikan utk para orang tua yang komputernya dipakai oeh si buah hati)
4. Jangan mudah percaya pada orang-orang di dunia maya(tidak percaya bukan berarti curiga tapi waspada). Alangkah baiknya jika data2 pribadi anda tidak pernah ditayangkan di dunia maya.

Selasa, 04 Desember 2012

Perbandingan Cyber crime Di indonesia dengan NEGARA UNI EROPA


Indonesia termasuk sepuluh besar dunia dalam hal maraknya cybercrime. Namun, penanganan perundang-undangan untuk masalah cybercrime yang diberikan oleh pemerintah Indonesia belum maksimal. Selain itu, tingkat kesadaran masyarakat pengguna internet untuk tidak menyalahgunakan cyberspace di Indonesia juga masih sangat rendah.
Untuk menangani dan menghindari cybercrime dibutuhkan kerjasama individual, pemerintah dan masyarakat bahkan kerjasama antar negara-negara di dunia.
Cyberspace dengan cybercrime yang rendah dapat meningkatkan kualitas di berbagai bidang terutama dalam bidang ekonomi.
Uni Eropa membentuk divisi baru untuk memantau perkembangan penegakan hukum di sektor teknologi informasi.
      Unit divisi IT ini disepakati oleh 27 negara anggota Uni Eropa. Lembaga ini nantinya akan mengawasi perkembangan IT di negara-negara anggotanya.Akan ada semacam perjanjian politik bersama, dan lembaga ini akan mulai berjalan pada pertengahan 2012.
      Lembaga ini akan berkantor pusat di Tallin, Estonia, dan perkembangan dan manajemennya berpusat di Strasbourg, Prancis. Sedangkan kantor pendukungnya berada di Sankt Johann im Pongau, Austria.
      Sistem kerja lembaga ini akan diawasi Schenegen Information System, pusat data penegakan hukum; Visa Information System, yang mengawasi perpindahan warga antarnegara; dan EURODAC, lembaga penyedia database sidik jari warga pendatang dan imigran ilegal. Lembaga ini akan bekerja dengan asas kebebasan, keamanan, dan keadilan.
      Uni Eropa juga mengumumkan peraturan hukuman penjara yang lebih berat bagi pelaku kejahatan dunia cyber

Minggu, 25 November 2012

SOLUSI ATAS TINDAKAN KRIMINALITAS MELALUI KOMPUTER

Kemampuan internet untuk menghilangkan batas wilayah negara menyebabkan tindakan penanggulangan cybercrime harus ditanggulangangi oleh masing-masing pribadi, pemerintahan dan dunia global. 1. PERSONAL Ada beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mengatasi cybercrime secara personal, antara lain : a. Internet Firewall Jaringan komputer yang terhubung ke internet perlu dilengkapi dengan internet firewall. Firewall merupakan alat untuk mengimplementasikan kebijakan security. Informasi yang keluar atau masuk harus melalui firewall ini. Tujuan utama dari firewall adalah untuk menjaga agar akses (ke dalam maupun ke luar) dari orang yang tidak berwenang (unauthorized access) tidak dapat dilakukan. Kebijakan security, dibuat berdasarkan pertimbangan antara fasilitas yang disediakan dengan implikasi security-nya. Semakin ketat kebijakan security, semakin kompleks konfigurasi layanan informasi atau semakin sedikit fasilitas yang tersedia di jaringan. Sebaliknya, dengan semakin banyak fasilitas yang tersedia atau sedemikian sederhananya konfigurasi yang diterapkan, maka semakin mudah orang-orang ‘usil‘ dari luar masuk kedalam sistem (akibat langsung dari lemahnya kebijakan security). Firewall pada dasarnya dapat dikategorikan menjadi dua berdasarkan fungsi kerjanya. Namun, keduanya dapat dilakukan secara bersama-sama pada sebuah perangkat komputer (device) atau dapat pula dilakukan secara terpisah), yaitu : 1. Fungsi filtering Firewall bekerja pada level jaringan (network-level firewall) yang biasa disebut packet filter. Firewall tipe ini biasanya berupa router yang melakukan fungsi packet filtering berdasarkan parameter-parameter tertentu antara lain: alamat sumber, protokol, nomor port dan isi. Dari membandingkan informasi yang diperoleh pada paket-paket trafik dengan kebijaksanaan yang ada pada tabel akses, maka tindakan yang diberlakukan adalah : • Melewatkan paket data ke tujuannya (client atau server) • Memblok paket data 2. Fungsi proxy Firewall pada level aplikasi (application level gateway) ini berfungsi sebagai penghubung antara komputer client dengan jaringan luar. Pada koneksinya, paket-paket IP tidak pernah diteruskan secara langsung, namun ditranslasi dan diwakilkan oleh gateway aplikasi tersebut yang berfungsi sebagai saluran dan penterjemah dan menggantikan fungsi client. Proxy akan merelai semua request dari client kepada server yang sesungguhnya, kemudian merelai balik semua hasil response real server kepada client kembali. Ditengah proses di atas, maka proxy server berkesempatan untuk melakukan pembatasan “relai” berdasarkan tabel akses yang sudah dibuat. b. Kriptografi Kriptografi adalah seni menyandikan data. Data yang akan dikirim disandikan terlebih dahulu sebelum dikirim melalui internet. Di komputer tujuan, data tersebut dikembalikan ke bentuk aslinya sehingga dapat dibaca dan dimengerti oleh penerima. Data yang disandikan dimaksudkan agar apabila ada pihak-pihak yang menyadap pengiriman data, pihak tersebut tidak dapat mengerti isi data yang dikirim karena masih berupa kata sandi. Dengan demikian keamanan data dapat dijaga. Ada dua proses yang terjadi dalam kriptografi, yaitu proses enkripsi dan dekripsi. Proses enkripsi adalah proses mengubah data asli menjadi data sandi, sedangkan proses dekripsi adalah proses megembalikan data sandi menjadi data aslinya. Proses enkripsi terjadi di komputer pengirim sebelum data tersebut dikirimkan, sedangkan proses dekripsi terjadi di komputer penerima sesaat setelah data diterima sehingga si penerima dapat mengerti data yang dikirim. c. Secure Socket Layer Jalur pengiriman data melalui internet melalui banyak transisi dan dikuasai oleh banyak orang. Hal ini menyebabkan pengiriman data melalui Internet rawan oleh penyadapan. Maka dari itu, browser di lengkapi dengan Secure Socket Layer yang berfungsi untuk menyandikan data. Dengan cara ini, komputer-komputer yang berada di antara komputer pengirim dan penerima tidak dapat lagi membaca isi data. 7 2. PEMERINTAHAN a. Meningkatkan modernisasi hukum pidana nasional beserta hukum acaranya. Karena diperlukan hukum acara yang tepat untuk melakukan penyidikan dan penuntutan terhadap penjahat cyber ("Cyber-crimes”). b. Meningkatkan sistem pengamanan jaringan komputer nasional sesuai standar international. c. Meningkatkan pemahaman serta keahlian aparatur penegak hukum mengenai upaya pencegahan, investigasi dan penuntutan perkara-perkara yang berhubungan dengan cybercrime. d. Meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai masalah cybercrime serta pentingnya mencegah kejahatan tersebut terjadi. e. Membentuk badan penyelidik internet. Indonesia sendiri sebenarnya telah memiliki IDCERT (Indonesia Computer Emergency Rensponse Team). Unit ini merupakan point of contact bagi orang untuk melaporkan masalah-masalah keamanan komputer.2 3. DUNIA GLOBAL Meningkatkan kerjasama antarnegara, baik bilateral, regional maupun multilateral, dalam upaya penanganan cybercrime. Kejahatan dalam dunia internet termasuk kejahatan yang bersifat lintas batas wilayah territorial suatu negara, karena jaringan ICT yang digunakan termasuk sebagai jaringan yang tanpa batas (borderless). Untuk hal ini diperlukan cyberlaw, jika tidak keadaan demikian akan menjadi kejahatan tersembunyi (hidden crime of cyber) pada masa depan apabila tidak ditanggulangi secara hukum.

Kesimpulan

Cybercrime merupakan bentuk-bentuk kejahatan yang timbul karena pemanfaatan teknologi. Langkah penting yang harus dilakukan setiap negara dalam penanggulangan cybercrime adalah melakukan modernisasi hukum pidana nasional beserta hukum acaranya, meningkatkan sistem keamanan jaringan komputer secara nasional secara standar internasional, meningkatkan pemahaman serta keahlian aparatur penegak hukum mengenai upaya pencegahan investasi dan penuntutan perkara-perkara yang berhubungan dengan cybercrime, meningkatkan kesadaran warga negara mengenai masalah cybercrime serta pentingnya mencegah kejahatan tersebut terjadi, meningkatkan kerjasama dalam upaya penanganan cybercrime. Indonesia termasuk sepuluh besar dunia dalam hal maraknya cybercrime. Namun, penanganan perundang-undangan untuk masalah cybercrime yang diberikan oleh pemerintah Indonesia belum maksimal. Selain itu, tingkat kesadaran masyarakat pengguna internet untuk tidak menyalahgunakan cyberspace di Indonesia juga masih sangat rendah. Untuk menangani dan menghindari cybercrime dibutuhkan kerjasama individual, pemerintah dan masyarakat bahkan kerjasama antar negara-negara di dunia. Cyberspace dengan cybercrime yang rendah dapat meningkatkan kualitas di berbagai bidang terutama dalam bidang ekonomi.

Jumat, 16 November 2012

Cyber Law

Cyber Law adalah aspek hukum yang ruang lingkupnya meliputi setiap aspek yang berhubungan dengan orang perorangan atau subyek hukum yang menggunakan dan memanfaatkan teknologi internet yang dimulai pada saat mulai online dan memasuki dunia cyber atau maya. Cyber Law sendiri merupakan istilah yang berasal dari Cyberspace Law.

Perkembangan Cyber Law di Indonesia sendiri belum bisa dikatakan maju. Hal ini diakibatkan oleh belum meratanya pengguna internet di seluruh Indonesia. Berbeda dengan Amerika Serikat yang menggunakan telah internet untuk memfasilitasi seluruh aspek kehidupan mereka. Oleh karena itu, perkembangan hukum dunia maya di Amerika Serikat pun sudah sangat maju.

Landasan fundamental di dalam aspek yuridis yang mengatur lalu lintas internet sebagai hukum khusus, di mana terdapat komponen utama yang meng-cover persoalan yang ada di dalam dunai maya tersebut, yaitu :
·    Yurisdiksi hukum dan aspek-aspek terkait.
Komponen ini menganalisa dan menentukan keberlakuan hukum yang berlaku dan diterapkan di dalam dunia maya itu.
·    Landasan penggunaan internet sebagai sarana untuk melakukan kebebasan berpendapat yang berhubungan dengan tanggung jawab pihak yang menyampaikan, aspek accountability, tangung jawab dalam memberikan jasa online dan penyedia jasa internet (internet provider), serta tanggung jawab hukum bagi penyedia jasa pendidikan melalui jaringan internet.
·    Aspek hak milik intelektual di mana ada aspek tentang patent, merek dagang rahasia yang diterapkan, serta berlaku di dalam dunia cyber.
·    Aspek kerahasiaan yang dijamin oleh ketentuan hukum yang berlaku di masing-masing yurisdiksi negara asal dari pihak yang mempergunakan atau memanfaatkan dunia maya sebagai bagian dari sistem atau mekanisme jasa yang mereka lakukan.
·    Aspek hukum yang menjamin keamanan dari setiap pengguna dari internet.
·    Ketentuan hukum yang memformulasikan aspek kepemilikan didalam internet sebagai bagian dari pada nilai investasi yang dapat dihitung sesuai dengan prinisip-prinsip keuangan atau akuntansi.
·    Aspek hukum yang memberikan legalisasi atas internet sebagai bagian dari perdagangan atau bisnis usaha.

Berdasarkan faktor-faktor di atas, maka kita akan dapat melakukan penilaian untuk menjustifikasi sejauh mana perkembangan dari hukum yang mengatur sistem dan mekanisme internet di Indonesia. Walaupun belum dapat dikatakan merata, namun perkembangan internet di Indonesia mengalami percepatan yang sangat tinggi serta memiliki jumlah pelanggan atau pihak yang mempergunakan jaringan internet terus meningkat sejak paruh tahun 90′an.

Salah satu indikator untuk melihat bagaimana aplikasi hukum tentang internet diperlukan di Indonesia adalah dengan banyak perusahaan yang menjadi provider untuk pengguna jasa internet di Indonesia. Perusahaan-perusahaan yang memberikan jasa provider di Indonesian sadar atau tidak merupakan pihak yang berperanan sangat penting dalam memajukan perkembangan Cyber Law di Indonesia dimana fungsi-fungsi yang mereka lakukan seperti :
·    Perjanjian aplikasi rekening pelanggan internet;

·    Perjanjian pembuatan desain home page komersial;

·    Perjanjian reseller penempatan data-data di internet server.

·    Penawaran-penawaran penjualan produk-produk komersial melalui internet.
·    Pemberian informasi yang di-update setiap hari oleh home page komersial.
·    Pemberian pendapat atau polling online melalui internet.

Fungsi-fungsi di atas merupakan faktor dan tindakan yang dapat digolongkan sebagai tindakan yang berhubungan dengan aplikasi hukum tentang cyber di Indonesia. Oleh sebab itu ada baiknya di dalam perkembangan selanjutnya, setiap pemberi jasa atau pengguna internet dapat terjamin. Maka hukum tentang internet perlu dikembangkan serta dikaji sebagai sebuah hukum yang memiliki displin tersendiri di Indonesia.

[Sumber : http://www.business.fortunecity.com]

Presentasi Kelompok 3


1. Arif Hidayat                  12101313
2. Ika Rosita                     12101684
3. Lia Marlianah                12101683
4. Rina Indah                    12100559
5. Ahmad Sofyan              12100550
6. Sulisetiawati  Irani         12090498
7. Yanti                            12101688 

Kamis, 15 November 2012

Pendahuluan


 
Masalah-masalah cybercrime selalu menjadi masalah yang menarik karena beberapa alasan, antara lain karena permasalahan tersebut masih tergolong baru, berkaitan dengan teknologi yang hanya sebagian orang mampu melakukannya, terbatasnya jangkauan hukum untuk mengantisipasi dan lain sebagainya. Di Indonesia penanganan permasalahan ini masih terkesan sporadis dan tidak serius, padahal apabila permasalahan ini dibiarkan akan berimbas pada kepercayaan terhadap dunia usaha di Indonesia.
Saat ini, penyalahgunaan jaringan internet di Indonesia sudah mencapai tingkat yang memprihatinkan. Akibatnya, Indonesia dijuluki sebagai negara kriminal internet. Bahkan Indonesia masuk dalam peringkat 10 besar pelanggaran internet terbesar di dunia. Karena itu, tak heran, apabila saat ini, pihak luar negeri langsung menolak setiap transaksi di internet menggunakan kartu kredit yang dikeluarkan perbankan Indonesia. Maraknya kejahatan di dunia maya (cyber crime) merupakakan imbas dari kehadiran teknologi informasi (TI), yang di satu sisi diakui telah memberikan kemudahan-kemudahan kepada manusia. Namun demikian, di sisi lainnya, kemudahan tersebut justru sering dijadikan sebagai alat untuk melakukan kejahatan di dunia maya (cyber crime) seperti yang sering kita saksikan belakangan ini.
Oleh karena itu, untuk mencegah merajalelanya cyber crime, maka perlu dibuat aturan hukum yang jelas untuk melindungi masyarakat dari kejahatan dunia maya. Bahkan, dengan pertimbangan bahwa pengembangan teknologi informasi dapat menimbulkan bentuk-bentuk kejahatan baru, terutama dalam penyalahgunaan teknologi informasi, akhirnya pada 4 Desember 2001 yang lalu, PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) mengeluarkan resolusi Nomor 55/63. Dalam resolusi tersebut disepakati bahwa semua negara harus bekerja sama untuk mengantisipasi dan memerangi kejahatan yang menyalahgunakan teknologi informasi. Salah satu butir penting resolusi menyebutkan, setiap negara harus memiliki undang-undang atau peraturan hukum yang mampu untuk mengeliminir kejahatan tersebut.
Perkembangan yang pesat dari teknologi telekomunikasi dan teknologi komputer menghasilkan internet yang multifungsi. Perkembangan ini membawa kita ke ambang revolusi keempat dalam sejarah pemikiran manusia bila ditinjau dari konstruksi pengetahuam umat manusia yang dicirikan dengan cara berfikir yang tanpa batas (borderless way of thinking).
Percepatan teknologi semakin lama semakin supra yang menjadi sebab material perubahan yang terus menerus dalam semua interaksi dan aktivitas masyarakat informasi. Internet merupakan big bang kedua – setelah big bang pertama yaitu material big bang menurut versi  Stephen Hawking  – yang merupakan  knowledge big bang  dan ditandai dengan komunikasi elektromagentoopis via satelit maupun kabel, didukung oleh eksistensi jaringan telefon yang telah ada dan akan segera didukung oleh ratusan satelit yang sedang dan akan diluncurkan.
Internet merupakan symbol material embrio masyarakat global. Internet membuat globe dunia, seolah-olah menjadi seperti hanya selebar daun kelor.  Era informasi ditandai dengan aksesibilitas informasi yang amat tinggi. Dalam era ini, informasi merupakan komoditi utama yang diperjual belikan sehingga akan muncul berbagai network dan information company yang akan memperjual belikan berbagai fasilitas bermacam jaringan dan berbagai basis data informasi tentang berbagai hal yang dapat diakses oleh pengguna dan pelanggan.
Semua itu membawa masyarakat ke dalam suasana yang disebut oleh John “aisbitt, “ana “aisbitt dan Douglas Philips sebagai Zona Mabuk Teknologi. Internet (yang menghadirkan cyberspace dengan realitas virtualnya) menawarkan kepada manusia berbagai harapan dan kemudahan. Akan tetapi dibalik itu, timbul persoalan berupa kejahatan yang dinamakan cyber crime, baik sistem jaringan komputernya itu sendiri yang menjadi sasaran maupun komputer itu sendiri yang menjadi sarana untuk melakukan kejahatan. Tentunya jika kita melihat bahwa informasi itu sendiri telah menjadi komoditi maka upaya untuk melindungi asset tersebut sangat diperlukan. Salah satu upaya perlindungan adalah melalui hukum pidana, baik dengan bersaranakan penal maupun non penal.
Sebenarnya dalam persoalan cybercrime, tidak ada kekosongan hukum, ini terjadi jika digunakan metode penafsiran yang dikenal dalam ilmu hukum dan ini yang mestinya dipegang oleh aparat penegak hukum dalam menghadapi perbuatan-perbuatan yang berdimensi baru yang secara khusus belum diatur dalam undang-undang. Persoalan menjadi lain jika ada keputusan politik untuk menetapkan cybercrime dalam perundang-undangan tersendiri di luar KUHP atau undang-undang khusus lainnya. Sayangnya dalam persoalan mengenai penafsiran ini, para hakim belum sepakat mengenal kateori beberapa perbuatan. Misalnya carding, ada hakim yang menafsirkan masuk dalam kateori penipuan, ada pula yang memasukkan dalam kategori pencurian. Untuk itu sebetulnya perlu dikembangkan pemahaman kepada para hakim mengenai teknologi informasi agar penafsiran mengenai suatu bentuk cybercrime ke dalam pasal-pasal dalam KUHP atau undang-undang lain tidak membingungkan.

Cyber Crime




Cybercrime sebagai kejahatan di bidang komputer secara umum dapat diartikan sebagai       penggunaan komputer secara ilegal.
Kejahatan Komputer adalah segala aktifitas tidak sah yang memanfaatkan komputer untuk tidak pidana . Sekecil apapun dampak atau akibat yang ditimbulkan dari penggunaan komputer secara tidak sah atau ilegal merupakan suatu kejahatan. Secara umum dapat disimpulkan sebagai perbuatan atau tindakan yang dilakukan dengan menggunakan komputer sebagai alat/sarana untuk melakukan tidak pidana atau komputer itu sendiri sebagai objek tindak pidana. Dan dalam arti sempit kejahatan komputer adalah suatu perbuatan melawan hukum yang dilakukan dengan teknologi komputer yang canggih.
CARDING
Carding adalah berbelanja menggunakan nomor dan identitas kartu kredit orang lain, yang diperoleh secara ilegal, biasanya dengan mencuri data di internet. Sebutan pelakunya adalah Carder. Sebutan lain untuk kejahatan jenis ini adalah cyberfroud alias penipuan di dunia maya..
HACKING
Hacking adalah kegiatan menerobos program komputer milik orang/pihak lain. Hacker adalah orang yang gemar ngoprek komputer, memiliki keahlian membuat dan membaca program tertentu, dan terobsesi mengamati keamanan (security)-nya. Hacker memiliki wajah ganda; ada hacker sejati yang umumnya benar-benar pintar dan ada yang pencoleng yang kebanyakan bodoh.
CRACKING
Cracking adalah hacking untuk tujuan jahat. Sebutan untuk cracker adalah hacker bertopi hitam (black hat hacker). Berbeda dengan carder yang hanya mengintip kartu kredit, cracker mengintip simpanan para nasabah di berbagai bank atau pusat data sensitif lainnya untuk keuntungan diri sendiri.
DEFACING
Defacing adalah kegiatan mengubah halaman situs/website pihak lain, seperti yang terjadi pada situs Menkominfo dan Partai Golkar, BI baru-baru ini dan situs KPU saat pemilu 2004 lalu. Tindakan deface ada yang semata-mata iseng, unjuk kebolehan, pamer kemampuan membuat program, tapi ada juga yang jahat, untuk mencuri data dan dijual kepada pihak lain.
PHISING
Phising adalah kegiatan memancing pemakai komputer di internet (user) agar mau memberikan informasi data diri pemakai (username) dan kata sandinya (password) pada suatu website yang sudah di-deface. Phising biasanya diarahkan kepada pengguna online banking. Isian data pemakai dan password yang vital yang telah dikirim akhirnya akan menjadi milik penjahat tersebut dan digunakan untuk belanja dengan kartu kredit atau uang rekening milik korbannya.
SPAMMING
Spamming adalah pengiriman berita atau iklan lewat surat elektronik (e-mail) yang tak dikehendaki. Spam sering disebut juga sebagai bulk email atau junk e-mail alias “sampah”. Meski demikian, banyak yang terkena dan menjadi korbannya. Yang paling banyak adalah pengiriman e-mail dapat hadiah, lotere, atau orang yang mengaku punya rekening di bank di Afrika atau Timur Tengah, minta bantuan netters untuk mencairkan, dengan janji bagi hasil.
MALWARE
Malware adalah program komputer yang mencari kelemahan dari suatu software. Umumnya malware diciptakan untuk membobol atau merusak suatu software atau operating system. Malware terdiri dari berbagai macam, yaitu: virus, worm, trojan horse, adware, browser hijacker, dll. Di pasaran alat-alat komputer dan toko perangkat lunak (software) memang telah tersedia antispam dan anti virus, dan anti malware . http://teknologitinggi.wordpress.com

1. Latar Belakang Masalah
Masalah-masalah cybercrime selalu menjadi masalah yang menarik karena beberapa alasan, antara lain karena permasalahan tersebut masih tergolong baru, berkaitan dengan teknologi yang hanya sebagian orang mampu melakukannya, terbatasnya jangkauan hukum untuk mengantisipasi dan lain sebagainya. Di Indonesia penanganan permasalahan ini masih terkesan sporadis dan tidak serius, padahal apabila permasalahan ini dibiarkan akan berimbas pada kepercayaan terhadap dunia usaha di Indonesia.
Saat ini, penyalahgunaan jaringan internet di Indonesia sudah mencapai tingkat yang memprihatinkan. Akibatnya, Indonesia dijuluki sebagai negara kriminal internet. Bahkan Indonesia masuk dalam peringkat 10 besar pelanggaran internet terbesar di dunia. Karena itu, tak heran, apabila saat ini, pihak luar negeri langsung menolak setiap transaksi di internet menggunakan kartu kredit yang dikeluarkan perbankan Indonesia. Maraknya kejahatan di dunia maya (cyber crime) merupakakan imbas dari kehadiran teknologi informasi (TI), yang di satu sisi diakui telah memberikan kemudahan-kemudahan kepada manusia. Namun demikian, di sisi lainnya, kemudahan tersebut justru sering dijadikan sebagai alat untuk melakukan kejahatan di dunia maya (cyber crime) seperti yang sering kita saksikan belakangan ini.
Oleh karena itu, untuk mencegah merajalelanya cyber crime, maka perlu dibuat aturan hukum yang jelas untuk melindungi masyarakat dari kejahatan dunia maya. Bahkan, dengan pertimbangan bahwa pengembangan teknologi informasi dapat menimbulkan bentuk-bentuk kejahatan baru, terutama dalam penyalahgunaan teknologi informasi, akhirnya pada 4 Desember 2001 yang lalu, PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) mengeluarkan resolusi Nomor 55/63. Dalam resolusi tersebut disepakati bahwa semua negara harus bekerja sama untuk mengantisipasi dan memerangi kejahatan yang menyalahgunakan teknologi informasi. Salah satu butir penting resolusi menyebutkan, setiap negara harus memiliki undang-undang atau peraturan hukum yang mampu untuk mengeliminir kejahatan tersebut.
2. Identifikasi Masalah
Atas latar belakang masalah yang telah diuraikan di muka, maka penulis dapat mengidentifikasikan beberapa permasalahan sebagai berikut:
Bagaimana upaya kriminalisasi Cybercrime ini di Indonesia ?
Bagaimana upaya pencegahan dan penanggulangan Cybercrime ini di Indonesia ?
 
Upaya Kriminalisasi Cybercrime
Nazura Abdul Manap membedakan tipe-tipe dari cybercrime menjadi 3 (tiga) yaitu:
Cybercrimes againts property, meliputi Theft (berupa theft of information, theft of propoery dan theft of services), Fraud/Cheating, Forgery, dan Mischeif.
Cybercrimes againts persons, meliputi pornography, cyberharassment, cyber stalking dan cyber-trespass. Cyber-trespass meliputi Spam E-mail, Hacking a Web Page dan Breaking into Personal Computer.
Cyber-terrorism
Secara radikal Cyberspace telah mengubah hubungan antara legally significant (on-line) phenomena and physical location. Peningkatan jaringan komputer global (global computer network) telah menghancurkan hubungan antara letak geografis dengan :
Kewenangan pemerintah untuk memaksakan kontrol atas online behaviour.
Pengaruh online behaviour terhadap individu atau barang
Legitimasi pemerintah untuk mengatur fenomena global, dan
Kemampuan wilayah untuk memberitahukan kepada orang yang melewati perbatasan mengenai hukum yang berlaku.
Teknologi informasi tidak akan menjadi besar tanpa bantuan dari pihak lain sebagai pengembangan, pemasaran dan pengguna. Paling tidak ada 3 (tiga) pihak yang kemudian saling menyesuaikan diri menuju apa yang sekarang populer dengan istilah dunia maya atau virtual reality atau mayantara atau disebut juga electronic world.
Pertama, adalah kemampuan dari masyarakat untuk menggunakan teknologi informasi ini. Dalam hal ini masyarakat merupakan pengguna dan dalam optik ekonomi merupakan pangsa pasar.
Kedua, dalam rangka menyongsong pemanfaatan teknologi informasi untuk berbagai bidang, maka industri teknologi informasi harus mempersiapkan diri. Artinya, industri yang bergerak dibidang teknologi informasi harus mempersiapkan diri apabila terjadi permintaan sarana dan prasarana internet.
Ketiga, kesiapan pemerintah masing-masing negara (terutama negara-negara berkembang dan terbelakang) untuk menerima era internet sebagai bagian penting dari kehidupan.
Kejahatan (crime), tidak dapat dilepaskan dari 5 (lima) faktor yang saling berkaitan, yaitu pelaku kejahatan, modus kejahatan, korban kejahatan, reaksi sosial atas kejahatan dan hukum penanggulangan kejahatan, disamping instrumen-instrumen lain yang juga tidak kalah penting. Hukum (peraturan) tampak cepat menjadi usang manakala mengatur bidang yang mengalami perubahan cepat, sehingga situasinya seperti terjadi kekosongan hukum (vaccum rechts). Terhadap kejahatan di internet atau Cybercrime ini tampaknya memang terjadi kekosongan hukum.
Istilah lain yang sepadan atau sinonim dengan Cyberlaw diantaranya adalah the law of the internet, the law of information and technology, telecommunication law dan lex informatica serta hukum telematika.
Mieke Komar Kantaatmaja dan Ahmad M. Ramli dalam makalah “Kajian dan Evaluasi Hukum Nasional Dalam Pemanfaatan Teknologi Informasi menunjukkan beberapa permasalahan hukum yang perlu dicermati dalam persiapan regulasi dalam kegiatan di Cyberspace, yaitu :
Aspek hukum perjanjian dan tanda tangan digital.
Pelanggaran hukum dalam bentuk akses ilegal terhadap jaringan komputer.
Penyalahgunaan password dalam era ekonomi digital dan
Keterkaitan Hak atas Kepemilikan intelektual (HAKI) dengan sistem informasi (Hak Cipta, Merek, Paten, Informasi Rahasia/Rahasia Dagang/Trade Secret dan Disain Industri).
Pro kontra tersebut disebabkan oleh 2 (dua) hal, Pertama, karakteristik aktivitas di internet yang bersifat lintas batas, sehingga tidak lagi tunduk pada batasan-batasan teritorial. Kedua, sistem hukum tradisional yang justru bertumpu pada batasan-batasan teritorial dianggap tidak cukup memadai untuk menjawab persoalan-persoalan hukum yang muncul akibat aktivitas di internet. Pro kontra mengenai masalah ini sedikitnya terbagi menjadi 3 (tiga) kelompok, yaitu :
Kelompok pertama secara total menolak setiap usaha untuk membuat aturan hukum bagi aktivitas-aktivitas di internet yang didasarkan atas sistem hukum tradisional. Internet harus diatur oleh sistem hukum baru yang didasarkan atas norma-norma hukum yang baru pula yang dianggap sesuai dengan karakteristik yang melekat pada internet. Kelemahannya menafikan fakta, meskipun aktivitas internet itu sepenuhnya beroperasi secara virtual, tetapi masih tetap melibatkan masyarakat (manusia) yang hidup di dunia nyata.
Kelompok kedua berpendapat bahwa penerapan sistem hukum tradisional untuk mengatur aktivitas-aktivitas di internet sangat mendesak untuk dilakukan. Pencegahan dan penanggulangannya adalah dengan mengaplikasikan sistem hukum tradisional yang saat ini berlaku. Kelemahan utama kelompok ini merupakan kebalikan dari kelompok pertama, yaitu mereka menafikan fakta bahwa aktivitas-aktivitas di internet menyajikan realitas dan persoalan baru yang merupakan fenomena khas masyarakat informasi yang tidak sepenuhnya dapat direspon oleh sistem hukum tradisional.
Kelompok ketiga tampaknya merupakan sintesis dari kedua kelompok di atas. Sehubungan bentuk pengaturan di dalam cyberspace, dapat ditinjau dari 2 (dua) pendekatan, yaitu pertama apakah perlu menciptakan norma-norma dan peraturan-peraturan khusus untuk kegiatan/aktivitas di Cyberspace atau Cyberlaw dan kedua, perlu diterapkan model-model peraturan yang dikenal di dunia nyata pada dunia cyber. Untuk menentukan model mana yang sebaiknya dipakai, maka perlu ditentukan terlebih dahulu ruang lingkup dari Cyberlaw.
Ada 2 (dua) model yang diusulkan oleh Mieke untuk mengatur kegiatan-kegiatan di Cyberspace, yaitu :
Model Ketentuan Payung (Umbrella Provisions) sebagai upaya harmonisasi hukum. Model ketentuan payung dapat memuat :
a.         Materi-materi pokok saja yang perlu diatur dengan memperhatikan semua kepentingan, antara lain seperti pelaku usaha, konsumen, pemerintah, penegak hukum.
b.         Keterkaitan hubungan dengan peraturan perundang-undangan yang telah ada terlebih dahulu dan yang akan datang agar tercipta suatu hubungan sinergis.
Model Triangle Regulations sebagai Upaya Mengantisipasi Pesatnya Laju Kegiatan-kegiatan di cyberspace. Berdasarkan skala prioritas 3 (tiga) regulasi yang dapat disusun terlebih dahulu, yaitu :
c.         Pengaturan sehubungan transaksi perdagangan elektronika (E-Commerce) atau on-line transaction, yang didalamnya memuat antara lain tentang Digital Signature dan Certification of Authority, aspek pembuktian, perlindungan konsumen, antimonopoli dan persaingan sehat, perpajakan, serta asuransi.
d.         Pengaturan sehubungan Privacy Protection terhadap pelaku bisnis dan konsumen, yang didalamnya memuat antara lain perlindungan electronic databases, individual/company records.
e.         Pengaturan sehubungan Cybercrime, yang didalamnya memuat antara lain yurisdiksi dan kompetensi dari badan peradilan terhadap kasus-kasus yang terjadi dalam Cyberspace, penupuan melalui komputer atau melalui jaringan telekomunikasi, ancaman dan pemerasan, fitnah atau penghujatan (defamation), kegiatan transaksi atas substansi yang berbahaya, eksploitasi seksual dari anak-anak, substansi yang tidak layak untuk ditransmisikan.
3. Pencegahan dan Penanggulangan Cybercrime
Pencegahan dan Penanggulangan Cybercrime dengan Sarana Penal
Indonesia saat ini masih membahas Rancangan Undang-undang mengenai cybercrime. Model yang digunakan adalah Umbrella Provision sehingga ketentuan cybercrime tidak dalam perundang-undangan tersendiri, tetapi diatur secara umum dalam Rancangan Undang-Undang Teknologi Informasi. Pasal-pasal yang menyangkut ketentuan pidana adalah Pasal 29 – Pasal 40. Khusus mengenai hacking, selain diatur secara tersendiri dalam Pasal 31, sebenarnya pasal-pasal lain dapat juga dikenakan pasal Hacking tersebut karena hacking merupakan first crime.
Menurut Barda Nawawi Arief, kebijakan yang ditempuh sementara dalam konsep 2000 yang berkaitan dengan kegiatan di Cyberspace adalah sebagai berikut : Dalam Buku I (Pasal 174) yang didalamnya termasuk benda tidak berwujud berupa data dan program komputer, jasa telepon atau telekomunikasi atau jasa komputer.
Pengertian “barang” (Pasal 174) yang didalamnya termasuk benda tidak berwujud berupa data dan program komputer, jasa telepon atau telekomunikasi atau jasa komputer.
Pengertian “anak kunci” (Pasal 178) yang didalamnya termasuk kode rahasia, kunci masuk komputer, kartu magnetik, sinyal yang telah diprogram untuk membuka sesuatu. Maksud dari anak kunci ini kemungkinan besar adalah password atau kode-kode tertentu seperti privat atau public key infrastucture.
Pengertian “Surat” (pasal 188) termasuk data tertulis atau tersimpan dalam disket, pita magnetik, media penyimpanan komputer atau penyimpanan data elektronik lainnya.
Pengertian “ruang” (Pasal 189) termasuk bentangan atau terminal komputer yang dapat diakses dengan cara-cara tertentu. Maksud dari ruang ini kemungkinan termasuk pula dunia maya atau mayantara atau cyberspace atau virtual reality.
Pengertian “masuk” (Pasal 190) termasuk mengakses komputer atau masuk ke dalam sistem komputer. Ada 2 (dua) pengertian masuk, yaitu masuk ke internet dan masuk ke situs.
Pengertian “jaringan telepon” (Pasal 191) termasuk jaringan komputer atau sistem komunikasi komputer.
Menurut Yusril Ihza Mahendra mengenai penggunaan hukum pidana dan kriminalisasi suatu perbuatan menjadi tindak pidana yaitu sebagai berikut:
Hukum pidana harus digunakan untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur, merata materiil dan spirituil. Hukum pidana bertugas untuk menanggulangi kejahatan dan juga pengugeran terhadap tindakan penanggulangan itu sendiri untuk kesejahteraan masyarakat atau untuk pengayoman masyarakat.
Hukum pidana digunakan untuk mencegah atau menanggulangi perbuatan yang tidak dikehendaki, yaitu perbuatan yang mendatangkan kerugian pada masyarakat. Penggunaan sarana hukum pidana dengan sanksi yang negatif perlu disertai dengan perhitungan biaya yang harus dikeluarkan dan hasil yang diharapkan akan dicapai (cost and benefit principle).
Dalam pembuatan peraturan hukum pidana perlu diperhatian kemampuan daya kerja dari badan-badan tersebut, jangan sampai ada kelampauan beban tugas atau over belasting.
Pencegahan dan Penanggulangan Cybercrime dengan Sarana Non Penal
Meskipun hukum pidana digunakan sebagai ultimum remidium atau alat terakhir apabila bidang hukum yang lain tidak dapat mengatasinya, tetapi harus disadari bahwa hukum pidana memiliki keterbatasan kemampuan dalam menanggulangi kejahatan. Keterbatasan-keterbatasan tersebut sebagaimana dikemukakan oleh Barda Nawawi Arief adalah sebagai berikut:
Sebab-sebab kejahatan yang demikian kompleks berada di luar jangkauan hukum pidana.
Hukum pidana hanya merupakan bagian kecil (subsistem) dari sarana kontrol sosial yang tidak mungkin mengatasi masalah kejahatan sebagai masalah kemanusiaan dan kemasyarakatan yang sangat kompleks (sebagai masalah sosio-psikologis, sosio-politik, sosio-ekonomi, sosio-kultural dan sebagainya).
Penggunaan hukum pidana dalam menanggulangi kejahatan hanya merupakan “Kurieren am symptom”, oleh karena itu hukum pidana hanya merupakan “pengobatan simptomatik” dan bukan “pengobatan kausatif”.
Sanksi hukum pidana merupakan “remedium” yang mengandung sifat kontradiktif/paradoksal dan mengandung unsur-unsur serta efek sampingan yang negatif.
Sistem pemidanaan bersifat fragmentair dan individual/personal, tidak bersifat struktural/fungsional.
Keterbatasan jenis sanksi pidana dan sistem perumusan sanksi pidana yang bersifat kaku dan imperatif.
Bekerjanya/berfungsinya hukum pidana memerlukan sarana pendukung yang lebih bervariasi dan lebih menuntut “biaya tinggi”.
Sebaiknya dikembangkan sarana-sarana pemidanaan dengan kebijakan non penal. Cyber crime adalah kejahatan yang termasuk dalam kategori kerah putih (white collar crime) dimana pelaku adalah orang yang berpendidikan tinggi dan memiliki kemampuan teknis cukup tinggi. Pengembangan sarana-sarana pemidanaan non penal akan memberikan kontribusi kepada negara dalam bentuk tenaga kerja ahli apabila mereka diwajibkan kerja sosial di lembaga-lembaga yang ditunjuk, atau membayar denda yang cukup besar, sehingga negara mendapat pemasukan.